Selasa, 11 Desember 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakaang
Visi Indonesia Sehat 2014 adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan, menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan, serta menciptakan tata kelola keperintahan yang baik (Depkes RI, 2010).
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan  salah satunya dengan cara menurunkan jumlah penderita dengan gangguan metabolisme mineral tubuh. Sebagaimana diketahui salah satu mineral utama penyusun tulang adalah kalsium. Kurangnya konsumsi kalsium akan mengakibatkan berkurangnya kalsium yang terdapat pada tulang , sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan pada mikroarstektur tulang dan tulang menjadi lunak. Akibatnya tulang menjadi kehilangan kepadatan dan kekuatanya, sehingga mudah retak / patah(Smeltzer, 2002).
Keperawatan adalah suatu  bentuk  pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu keluarga manyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.
Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien dengan Emboli Paru (Gaffar, 2000:1).
Gangguan sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit pernafasan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, letak anatomis, sifat kronik penyakit, dan perubahan struktur serta fungsi. Tidak satupun klasifikasi ini yang memuaskan. Pada kasus-kasus tertentu penyebabnya tak diketahui, sedangkan penyebab yang sama pada kasus-kasus lain dapat menyerang lokasi anatomi yang berbeda dan menibulkan akibat patofisologis yang berbeda pula (Sylvia A. Price, 2005).
Menurut virchow (dalam Himawan S, 1986) terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan timbulnya trombus (trias virchow), yaitu; Perubahan permukaan endotel pembuluh darah, perubahan pada aliran darah dan perubahan pada konstitusi darah. Jika terjadi kerusakan pada trombosit maka akan dilepaskan suatu zat tromboplastin. Zat inilah yang merangsang proses pembentukan beku darah (trombus). Tromboplastin akan mengubah protrombin yang terdapat dalam darah menjadi trombin, kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin. Emboli paru terjadi apabila suatu embolus, biasanya merupakan bekuan darah yang terlepas dari perlekatanya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis utama atau pada salah satu percabangannya(Sylvia A. Price, 2005).
Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai ke bagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).
Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 600.000 kasus emboli paru (EP, Pulmonari Embolisml PE) simtomatik tiap tahun, menyebabkan kematian 60.000 pasien dan memberi konstrubusi pada kematian 200.000 lainya. Di inggris sekitar 20.000 pasien meninggal tiap tahun dirumah sakit karena Emboli Paru dan sekitar 40.000 mengalami episode nonfatal. Tiap tahun sekitar I/100 populasi inggris akan mengalami Emboli Paru, terutama selama atau segera sesudah masa perawatan diRumah Sakit, insiden meningkat seiring penambahan usia. Di rumah sakit umum, Emboli Paru memberi konstribusi pada 1% dari seluruh perawat dan 15-20% kematian(Huon H. Gray,  2003).
Di indonesia diperkirakan bahwa lebih dari setengah juta orang mengalami emboli paru setiap tahunnya mengakibatkan kematian lebih dari 50.000 orang tiap tahun. Embolisme paru adalah gangguan umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah ortopedik, pelvik, ginokologik, kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60tahun), dan imobilitas berkepanjangan. Embolisme paru dapat terjadi pada individu yang tampak sehat(Smeltzer Suzanne C, 2002).
Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang dimilikinya untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan emboli paru. Dalam kewenangan perawat mempunyai tujuh tanggungjawab professional yaitu :pemberi pelayanan, pendidik, konselor, peneliti, kolaborator,dan agen perubahan(chitty, 1997 dalam update II 2003).
Tenaga kesehatan khususnya keperawatan, harus dapat membantu menyelesaikan masalah yang ditimbulkan penyakit ini agar klien yang menderita penyakit emboli paru dapat sembuh. Oleh karena itu tindakan pencegahan, pengobatan, serta pemulihan kesehatan untuk penyakit emboli paru perlu diperhatikan agar kejadian penyakit emboli paru dan komplikasinya dapat dikurangi.
Dari hasil pemikiran tersebut  di atas, penulis ingin membahas lebih jauh mengenai emboli paru khususnya penyakit emboli paru yang diderita oleh Tn. A diruang Paru RSUD Raden Mattaher yang penulis tuangkan dalam bentuk makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan Emboli Paru.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan  dari  kenyataan  yang  telah  di  utarakan  di  atas, maka  rumusan  masalah  yang  penulis  buat  adalah  bagaimana memberikan asuhan keperawatan yang kompeten pada Tn. A dengan penyakit Emboli Paru di Rumah Sakit Umum Raden Mataher Jambi.




C.    Tujuan
1.      Tujuan umum
Untuk memberikan gambaran nyata tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah utama Emboli Paru.  

2.      Tujuan khusus
a.       Mahasiswa  dapat  melakukan  pengkajian  keperawatan pasien Emboli Paru pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
b.      Mahasiswa  dapat  menyusun  Analisa data  pasien Emboli Paru pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
c.       Mahasiswa  dapat  membuat Diagnosa keperawatan  pasien Emboli Paru Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
d.      Mahasiswa  dapat   melakukan  intervensi keperawatan  klien Emboli Paru Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
e.       Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada klien Emboli Paru Pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
f.       Mahasiswa dapat melakukan Evaluasi pada klien Emboli Paru pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
g.      Mahasiswa dapat melakukan pendokumentasian pada klien Emboli Paru pada Tn.A  diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.

D.    Manfaat
1.      Bagi Mahasiswa
a.       Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang konsep dengan masalah yang bersangkutan dengan Emboli Paru.
b.      Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang askep pada klien Emboli Paru.
c.       Memberikan informasi pada klien Emboli Paru dalam mencegah dan menangani masalah yang bersangkutan dengan Emboli Paru.  



2.      Bagi Akademi
Sebagai tambahan referensi untuk melengkapi bahan pembelajaran dalam memotivasi mahasiswa tentang emboli parumelalui proses belajar dan praktik lapangan.
3.      Bagi tenaga kesehatan
Sebagai tambahan referensi dan acuan dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit emboli paru.

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.       Anatomi  dan Fisiologi Sistem Respirasi
1.      Anatomi Sistem Respirasi
Pernafasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas didalam jaringan atau “pernafasan dalam” dan didalam paru-paru. Udara ditarik kedalam pari-paru pada saat menarik nafas dan didorong keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan nafas. Udara masuk melalui jalan pernafasan(Evelyn C, 2009).
Menurut Sylvia A Price, 2005, saluran system pernafasan ada beberapa yaitu:
a.       Hidung
Hidung terdiri atas bagian internal dan external. Bagian external menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru, jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung, fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.
b.      Faring
Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut laring. Faring dibagi menjadi tiga region: nasal, ral, dan laring.
Nasofaring terletak disebelah posterior hidung dan diatas palatum mole. Orofring memuat fausial, atau palatin, tonsil. Laringofaring memanjang dari tulang hioid ke kartilago krikoid. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglotis.
Adenoid, atau tonsil faring, terletak didalam langit-langit nasofaring. Tenggorok dikelilingi oleh tonsil, adenoid dan jaringan limfoid lainnya. Struktur ini merupakan penghubung penting kenodus limfe dagu yang menjaga tubuh dari serangan organisme yang memasuki hidung dan tenggorok. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.   
c.          Laring
Laring atau organ suara, adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan  memudahkan batuk, laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
1.      Epligotis adalah daun katub kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan.
2.      Glotis adalah ostium antara pita suara dalam laring
3.      Kartilago tiroid adalah kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (adam’s apple)
4.      Kartilago krikoid adalah satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak dibawah kartilago tiroid)
5.      Kartilago aritenoid adalah digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid.
6.      Pita suara adalah ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara; pita suara melekat pada lumen laring.  
d.            Trakea
Posisi dan mobilitas trakea biasanya dapat diketahui dengan palpasi langsung. Hal ini dilakukan dengan menempatkan ibu jari dan jari telunjuk dari satu tangan pada kedua sisi trakea tepat diatas takik sternum. Trakea agak sedikit sensitif, dan palpasi terlalu kuat dapat menimbulkan reflek batuk dan muntah trakea normalnya terletak ditegah karena trakea memasuki pintu atas toraks dibelkang sternum tetapi mungkin mengalami deviasi karena massa pada leher atau mediastinum. Kelainan pleura atau pulmonl, seperti pneumotorak signifikan, dan dapat mengakibatkan perubahan posisi trakea. 
e.             Bronkus dan bronkiulus
Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga paru kanan dan dua paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmenral (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lg menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiulus, yang tidak  mempunyai katilago di dalam dindingnya. Patensi bronkiulus seluruhnya tergantung pada tekanan alveolar. Bronkiulus mengandung kelenjar sub mukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiulus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiulus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiulus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronnkiiulus terminalis kemudian menjadi bronkiulus rispiratori, yang dianggap menjadi saluran trransisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan gas. Ini dikenal sebagai ruuanbg rugi fisiologik. Bronkiulus rispiratori kemudian mengarah kedalam duktus alveoral dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.


f.       Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu untuk satu lembur, akan menutupi area 70 meter  persegi (seukuran lapangan tenis).
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar tipe 1 adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekesikan surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps.
2.      Fisiologi sistem respirasi
Menurut Evelyn C, 2009, Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui hidung dan mulut melalui bernafas, oksigen masuk ktrakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonalis.
Hanya satu lapis membrane, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksegen menembus membrane ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa kejantung. Dari sini dipompa kedalam arteri semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Didalam paru-paru, karbon dioksida salah satu hasil buangan metabolism menembus membran alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronchial dan trakea, dikeluarkan melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna:
a.       Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
b.      Arus darah melalui paru-paru
c.       Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
d.      Difusi gas yang menembusi membrane pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah yang tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2, jumlah CO2 tidak dapat dikeluarkan maka konsentrasi dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi untuk mengeluarkan CO2 dan mengikat lebih banyak O2.

B.     Definisi
Emboli Paru adalah pembendungan pada ateri pulmonalis (atau salah satu cabangnya) oleh bekuan darah, lemak, udara atau sel tumor, emboli yang sering terjadi adalah trombo emboli, yang terjadi ketika bekuan darah (trombosis vena) menjadi berpindah dari tempat pembentukan dan menyumbat suplai darah arteri pada salah satu(Saryono, 2009).
Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai ke bagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).

C.    Etiologi
Menurut Sylvia A. Price, 2005, ada tiga faktor utama yang menyebabkan timbulnya trombosis vena dan kemudian menjadi emboli paru yaitu sebagai berikut :
1.         Stasis atau melambatnya aliran darah
2.         Luka dan peradangan pada dinding vena
3.         Hiperkoagulasibilitas 
Trias klinis klasik yang merupakan predisposi trombo emboli paru dideskripsikan oleh Rudolph Virchow tahun 1856, yaitu:
1.      Trauma lokal pada dinding pembuluh darah;
2.      Hiperkoagulabilitas;
3.      Stasis darah
Sebagian besar pasien dengan Emboli Paru memiliki kondisi klinis yang berkaitan dengan faktor-faktor predisposisi ini, seperti trauma mayor, pembedahan dalam waktu dekat sebelumnya, obesitas dan imobilitas, merokok, peningkatan usia, penyakit  keganasan, pil kontrasepsi oral, kehamilan, terapi insulin hormon, dan keadaan lain yang lebih jarang (misalnya sindrom nefrotik)(Huon H. Gray,  2003).

D.    Patofisiologi
Efek klinis Emboli Paru tergantung pada derajat obtruksi vaskuler paru, pelepasan agen humoral vasoaktif dan bronkokonstriksi dari pratelet teraktivasi (misalnya serotonin, tromboksan A2), penyakit kardiopulmonal sebelumnya, usia dan kesehataan umum pasien.
Afterload RV meningkat secara bermakna bila lebih dari 25% sirkulasi paru mengalami obstruksi. Awalnya hal ini mengakibatkan peningkataan tekanan RV, kemudiaan diikuti oleh dilatasi RV dan regurgitasi trikuspid, dan dengan mulai gagalnya ventrikel kanan, terjadi penurunan tekanan RV. Ventrikel kanan yang normal tidak mampu meningkatkan tekanan ateri pulmonalis lebih banyak di atas 50-60 mmhg  sebagai respons terhadap obstruksi mayor mendadak pada sirkulasi paru, sementara pada trombus emboli kronis atau PH primer tekanan RV dapat  meningkat secara bertahap hingga tingkat suprasistemik (>100mmhg). Kombinasi dari penurunan aliran darah paru dan pergeseran septum interventrikel keruangan ventrikel kiri akibat ventrikel kanan yang mengalami dilatasi, menurunya pengisian ventrikel kiri. Maka dispnoe pada pasien dengan obstruksi berat akut sirkulasi paru dapat dikurangi manuver yang meningkatkan aliran balik vena sistemik dan preload ventrikel kiri, seperti berbaring datar, mendongak dengan kepala kebawah, dan infus koloid intravena. Hal ini berlawanan dengan dispnu pada pasien dengan gagal ventrikel kiri, yang gejalanya berkurang dengan manuver yang menurunkan preload ventrikel kiri, seperti duduk tegak dan terapi duduk(Huon H. Gray,  2003).

E.     Manifestasi  klinis
Tanda dan gejala emboli paru sangat berfariasi bergantung pada besar bekuan. Gambaran klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai kematian mendadak akibat embolus pelana yang masif pada percabangan ateri pulmonalis utama yang mengakibatkan sumbatan pada saluruh aliran darah ventrikel kanan. Emboli ukuran sedang berupa awitan mendadak dipsnoe yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, takepnue, takikardia, dan gelisah.nyeri pleuritik, suara gesekan pleura, hemoptisis dan demam jarang ditemukan kecuali bila terjadi infark(Sylvia A. Price, 2005).
Kecurugiaan emboli paru merupakan dasar dalam menentukan test diagnostik. Dipsnoe gejala paling sering muncul dan takipnoe adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada umumnya dipsnoe berat, sinkop dan sianosis merupakan tanda emboli paru yang mengancam nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan bahwa emboli paru yang paling kecil dan terletak diarteri pulmonal distal berdekatan dengan garis pleura(Goldhaber,1998; Sharma,2005).










F.     Woc
Stasis atau melambatnya aliran darah
Luka atau peradangan pd dinding vena
hiperkougulasibilitas
 



Trombus
Tekanan ventrikel kanan
Obstruksi ateri pulmonal
Dilatasi ventrikel kanan, regugitasi trikuspidal
Aliran darah keparu terhambat
O2 dalam jaringan paru
Iskemik parenkim paru
Mk : nyeri
Gagalnya ventrikel kanan
Takikardia, takipnu, dispnu
Mk : perubahan perfusi jaringan
Pertukaran gas O2 dan Co2 tergaggu
Mk : kerusakan pertukaran gas
Mk : pola nafas tidak efektif
 


















   (Huon H. Gray,  2003)  

G.    Komplikasi
Komplikasi meliputi disfungsi ventrikel, gagal nafas, kegagalan multi organ, dan kematian(Greenberg, 2005).
Nekrosis iskemik lokal (infark) merupakan komplikasi emboli paru yang jarang terjadi karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya dikaitkan dengan penyumbatan ateria lobaris atau lobularis ukuran sedang dan isufisiensi aliran kolateral dari sirkulasi bronkus. Suara gesekan pleura dan sidikit efusi pleura merupakan tanda yang sering ditemukan(Sylvia A. Price, 2005).

H.    Prinsip Legal Etik
Pratik keperawatan dipengaruhi oleh hukum, terutama yang berhubungan dengan hak pasien dan kualitas asuhan. Penetahuan tentang hukum meningkatkan kebebasaan baik bagi perawat maupun pasien.
1.    Peran legal perawat
Perawat memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal: perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai pekerja, dan perawat sebagai warga negara. Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab ini. Penilaian keperawatan profesional memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan keperawatan dan alternatif yang mungkin dilakukan perawat.
2.    Pertimbangan Etik
Prinsip etik yang dapat diterapkan dalam keperawatan pasien dengan Emboli Paru dapat meliputi :
a.    Otonom
Otonomi merupakan suatu kebebasan dalam menentukan pilihan tentang kehidupan seseorang. Peran perawat disini harus menghargai harkat dan martabat manusia sebagai individu yang dapat memutuskan hal yang terbaik buat dirinya.
Perawat harus melibatkan klien dan keluarga atau orang terdekat atau klien untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan klien, yakni kebebasan untuk memilih apakah klien mau dirawat atau justru tidak ingin ada program perawatan ataupun pengobatan. Hal tersebut adalah hak klien dan keluarga dalam mengambil keputusan.    
b.   Kemurahan hati
Prinsip ini mengharuskan perawat bertindak dengan cara menguntungkan klien, dalam arti tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan. Peran perawat disini menasehati klien ataupun keluarga tentang program pengobatan untuk memperbaiki kesehatan secara umum.
c.    Non-malefiience
Prinsip ini mengharuskan perawat bertindak dengan cara yang tidak menimbulkan bahaya bagi klien.
d.      Kejujuran
Perawat harus mengatakan apa yang sebenarnya terjadi terkait apapun status kesehatan klien, baik dalam kondisi baik maupun pada keadaan terminal yang menyangkut kematian klien, kejujuran merupakan dasar terbinanya saling percaya antara perawat-klien.
e.    Kerahasian
Perawat ataupun tenaga medis tidak boleh memberikan informasi mengenai penyakit Emboli Paru yang klien derita dan semua informasi yang telah dipercayakan kepadanya.
f.    Keadilan
Klien Emboli Paru berhak yang adil, pantas dan tepat. Ini berarti kebutuhan kesehatan klien yang sederajat harus menerima sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah sebanding. 
g.      Kesetiaan
Perawat tenaga medis harus bertanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan, tanggung jawab  teks perawat-klien meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan kofidensi, dan memberi perhatian/keperdulian sepenuhnya. Kesetian perawat terhadap janji-janji tersebut mungkin tidak mengurangi penyakit atau mencegah kematian, tetapi akan mempengaruhi kehidupan klien serta kualitas kehidupanya.

I.       Evidend based nursing prartice
London (ANTARA News) – Survei dari 70.000 perawat yang memilih duduk di sofa daripada berolahraga setelah bekerja lebih cenderung mengalami pembekuan darah dalam paru-paru.
Berdasarkan riset baru, para perempuan yang menghabiskan lebih banyak waktu mereka duduk saat tiba di rumah bisa lebih cenderung berpotensi mengalami pembekuan darah mematikan dalam paru-paru daripada mereka yang lebih aktif, seperti dikutip Guardian.
Studi itu merupakan yang pertama menunjukkan bahwa gaya hidup duduk berjam-jam bisa menyebabkan emboli paru. Pembekuan darah berjalan sampai dalam vena kaki dan pada akhirnya masuk paru-paru. Gejalanya termasuk nyeri dada, sesak nafas dan batuk-batuk. Sudah diketahui bahwa orang yang berolahraga dan lebih aktif secara fisik kecenderungan menderita emboli paru lebih sedikit. Penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal itu merupakan penelitian pertama yang menunjukkan bahwa duduk meningkatkan risiko emboli paru.
Penelitian itu dilakukan oleh Dr Christopher dari rumah sakit umum Massachussetts, Amerika Serikat. Dia menyelidiki kebiasaan di waktu senggang dari hampir 70.000 perawat di AS, yang kebanyakan bergerak pada hari kerja mereka. Selama periode 18 tahun, para peneliti menemukan bahwa mereka yang duduk selama lebih dari enam jam sehari saat mereka tidak bekerja berisiko mengalami emboli paru dua kali lipat dari mereka yang duduk kurang dari dua jam sehari. Hasilnya tetap berlaku bahkan setelah mempertimbangkan usia, kelebihan berat badan dan kebiasaan merokok. Meningkatnya risiko perempuan yang disebabkan duduk berjam-jam bukan yang terbesar, satu editorial yang dipublikasikan bersama penelitian  mengatakan itu hanya sedikit lebih tingi daripada yang disebabkan oleh perempuan yang mengonsumsi pil KB atau yang melakukan penerbangan lama. Editorial itu mengatakan, “bila penemuan itu sah penelitian itu memiliki percabangan kesehatan masyarakat utama. Penelitian itu juga menemukan bahwa ketidakaktifan terhubung dengan penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Tidak aktif secara fisik selama jangka waktu panjang bisa menjadi salah satu mekanisme tersembunyi yang terkait penyakit arteri dan penyakit vena, kata James Douketis, direktur pengobatan vaskuler di McMaster University, Hamilton, Ontario diKanada(ENY)(AA Ariwibowo, 2011).



J.      Pencegahan
Mencegah pebentukan trombus merupakan tanggung jawab keperawatan yang utama. Ambulasi dan latihan tungkai aktif serta pasif dianjurkan untuk mencegah stasis vena pada pasien tirah baring. Pasien diintruksikan untuk menggerakan tungkai dalam latihan gerakan memompa sehingga otot-otot tungkai dapat membantu aliran vena. Pasien juga disarankan untuk tidak duduk atau berbaring untuk waktu yang lama, menyilangkan tungkai atau mengenakan pakaian yang ketat. Tungkai tidak boleh dijuntaikan tidak juga diletakan dalam posisi tergantung sementara pasien duduk ditepi tempat tidur. Sebaliknya, kaki pasien harus diletakkann diatas lantai atau di atas kursi, kateter intravena (untuk terapi parental atau pengukuran tekanan vena sentral) tidak boleh terpasang untuk waktu yang lama(Smeltzer Suzanne C, 2002).
Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah :
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
1.      menggunakan stoking elastis
2.      melakukan latihan kaki
3.      bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu:
1.      penderita gagal jantung atau syok
2.      penyakit paru menahun
3.      kegemukan
4.      sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.
Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral.
Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan(winoviyanto,2011).

K.    Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Huon H, Gray, 2003 pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1.      Elektrokardiografi
Mungkin memperlihatkan sinus takikardia dan normal pada emboli Paru minor, namun memperlihatkan abnormalitas khas pada sekitar 30% pasien dengan Emboli Paru masif.
2.      Ekokardiografi
Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan bila dideteksi regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan.
3.      Radiografi Toraks
Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan adanya obstruksi arteri mayor.
4.      Pemindaian Paru
Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi. Bila sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat keparahan angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru.  
5.      MRI dan pemindaian CT
Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat mendeteksi emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT merupakan pemeriksaan pilihan pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki penyakit paru sebelumnya . 

L.     Penatalaksanaan Medis
Anamnesis gejala dan faktor resiko pasien dan harus didapatkan dengan jelas. Dengan sedikit pengecualian, pasien yang diduga mengalami emboli paru harus mendapatkan pemeriksaan radiodrafi thoraks dan EKG dan dirujak untuk pemidaian V/Q paru. Bila indeks kecurigaan klinis tinggi, antikougulan harus dimulai, tanpa menunggu hasil pemeriksaan penunjang, selain terapi suportif misalnya analgesik dan oksigen, tiga pilihan terapi segera untuk emboli paru adalah antikoagulasi dengan heparin, terapi trombolitik, embolektomi paru(Huon H. Gray,  2003).
Pengobatan utama untuk emboli paru terdiri dari terapi dengan terapi fibronolitik untuk pasien emboli paru masif atau tidak menetap. Regimen fibronolitik biasa digunakan untuk emboli paru, termasuk juga dua bentuk aktifaktor plasminogen jaringan rekombinan t-PA (altelpalse) dan r-PA (retelplase) yang digunakan dengan urokinase dan setretokinase. Bedah embolektomi dilakukan bila terapi dengan fibronolitik merupakan kontraindikasi. Tindakan tambahan yang penting juga penting adalah menghilangkan nyeri dengan agen antiinflamasi nonsteroid, suplemen oksigen, pemantauan perawatan intensif, dan stock-stacking penekanan sebesar 30 hingga 40 mmhg, dobutamin digunakan untuk mengobati gagal jantung karena dan syok kardiogenik. Pencegahan sekunder emboli paru dengan menggunakan heparin,. Heparin adalah antikoagulan yang penting karena menghambat pembesaran bekuan tapi tidak mampu menghancurkan bekuan yang sudah ada(Sylvia A. Price, 2005).
Antikoagulan heparin merupakan pilar utama terapi segera, dengan pemberian antikoagulan jangka panjang sebagai komponen penting perawatan, filter vena kava dapat dipertimbangan pada beberapa untuk mengurangi kemungkinan emboli tambahan ke paru, trombolisis dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus tetapi saat ini masih kontroversial. Emboliktomi secara bedah atau dengan panduan kateter dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu(Greenberg, 2005).

M.   Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
1.   Pengkajian
Aktifitas/istirahat
Gejala :      kelemahan dan atau kelelahan.
Tanda:       dispnea karena kerja
Kecepatan jantung tak normal atau TD berespons pada               aktivitas
                    Gangguan tidur
Sirkulasi
Gejala:          riwayat cedera dinding, vena, seperti bedah atau trauma                 vena iliaka dan pelvik, varises vena, sepsis, luka bakar,     adanya/berulangnya prosedur infasif mis, infus sentral, pemantauan heodinamik, masalah koagulasi, misalnya polisitemia, anemia hemolitik autoimun, penyakit sel sabit, infark miokardial transmural/subendokardial/Vka, gagal jantung.
Tanda:        takikardia.
Bunyi jantung ekstra, mis S3m S4
Distritmia mis, fibrilasiatrial kronis,
Mumur kegagalan katub
Hipotensi
Nadi mungkin normal, lemah/lembut (syok), atau penuh/kuat (polisitemiavera).
Ekstremitas ;tanda trombofiblitis mis, vena feblotik, tegangan jaringan otot, kulit mengkilat
Edema; peningkatan suhu kulit

Intergritas ego
Gejala:      ketakutan, perasaan mau pingsan.
Takut mati
Tanda:       gelisah, gemeta, prilaku panik
Wajah tegang
Peningkatan keringat
Makanan cairan
Gejala:        mual
Tanda:        edema kaki
Neoro Sensori
Gejala:       kesulitan berkosentrasi, gangguan daya ingat.                      
 Berdenyut
Tanda:      gangguan lingkup perhatian
  Disorientasi
  Perubahan pengaturan/adanya/daya ingat segera
    Letargi/pingsan
Nyeri/kenyamanan
Gejala:       nyeri dada
Ketidaknyamanan pada ekstremitas (bila ada tromboflebitis)
Prilaku distraksi, wajah mengkerut, merintih, gelisah.
Menekan dada.
Pernafasan
Gesjala:      riwayat penyakit paru kronik
Lapar udara / dispnea
Batuk, sputum merah muda/berdarah /coklat.
Tanda:        takipnea
Dispnea, pernafasan tersengal-sengal
Penurunan bunyi nafas, krekels, mengi, friksi pleural (bila paru infarrk terjadi)
Batuk (basah/kering atau sputum berdarah produktif)


Keamanan
Gejala:      riwayat kanker, infeksi sistemik, fraktur/ trauma pada   ekstremitas bawah, luka bakar
Tanda :     demam derajatrendah
Seksualitas
Gejala:      saat ini hamil atau melahirkan
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:      mengunakan kontrapsesi oral, adanya penghentian antikoagulan
Pertimbangan
Rencana pem-
Ulangan :    perubahan program obat,
   Bantuan perawatan diri, pengaturan rumah dan memelihara

2.      Diagnosa keperawatan
a.       Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara keaveoli  atau kebagian utama paru.
c.       Resiko tinggi Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran darah (arteri/vena)
d.      Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan ateri oleh embolus
e.       Ansiatas berhubungan dengan adanya ancaman kematian.
f.       Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.
 (Doenges, Marilynn E, 2000).

BAB III
TINJAUAN KASUS
A.    Kasus
Kasus pemicu Emboli Paru
Tn A, umur 50 tahun, agama islam suku bangsa minang, bekerja sebagai tani, alamat dijalan Soekarno III, no. 24, Garden, Jambi. Masuk Rumah Sakit Umum Raden Mataher pada tanggal 9 Oktober 2012 melalui IGD. Klien masuk rumah sakit diantar oleh istrinya ( Ny, L, 45 tahun, seorang ibu rumah tangga) dengan keluhan sakit pada dadanya, nafas sesak, berdebar-debar, demam, dan susah tidur.
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan sakit pada dadanya, nyeri seperti tertimpa benda berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam, klien tampak meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, sulit bernafas, klien tampak menggunakan nafas bibir, lemah dan pucat, klien tampak cemas, CRT > 3 detik, dan klien mengatakan takut terhadap penyakit yang dideritanya. Klien mengatakan tidak mengerti akan penyakit yang dideritanya, klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya, klien tampak bingung dan gelisah. Klien juga mengatakan mempunyai riwayat merokok, dapat menghabiskan 2 bungkus perhari sejak umur 18 tahun, serta gaya hidup yang tidak teratur, kurangnya olah raga, sering makan makanan yang bersantan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan data tingkat kesadaran composmentis dengan GCS 15 ( E4 V5 M6), TD : 140/100 mmhg, N : 110 x/mnt, S : 37,5 C, RR : 30 x/mnt, pernafasan cepat dan dangkal, Cafilarevil 5 detik, akral teraba dingin, klien tampak pucat. Dari pemeriksaan laboratorium Hemoglobin 10 g/dl, leukosit 10.000mm3, trombosit : 150 000 mm3, hematrokrit : 40%, AGD : PO2 : 70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2 : 80 %, HCO3 : 38mmhg. Dan pada pemeriksaan radiologi didapatkan obstruksi ateri pulmonalis parsial, Pemeriksaan EKG Tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.
Saat ini klien tinggal bersama istri dan kedua anaknya, klien adalah anak kedua dari dua bersaudara, istri klien adalah anak pertama dari dua bersaudara, klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang diderita klien, hanya saja ayah klien pernah menderita hipertensi.
Saat ini klien diterapi dengan antikoagulasi dengan heparin 1x1 ampul (70mg), walfarin 1x1 ampul (90mg), dolax 1x1 ampl (90mg), terpasang oksigen 5liter/menit, ditangan kiri terpasang infuse IV FD RL 20 tetes/menit, klien juga terpasang O2 5 l/i. Dokter menyarankan agar klien dilakukan tindakan pembedahan (embolektomi) paru. 
B.     Pengkajian
1.      Identitas klien
Nama                        : Tn A
Umur                         : 50 th
Jenis kelamin            : laki-laki
Agama                       : islam
 Pekerjaan                   : Tani
Suku/bangsa               : minang/indonesia
Alamat                       : Jalan Soekarno III, no. 24, Garden, Jambi
2.      Penanggung jawab
Nama                            : Ny. L
Usia                               : 45 th
Agama                           : Islam
Suku bangsa                  : batak
Pekerjaan                      : IRT
Alamat                        : Jalan Seilendra II, no. 24, Coffe Garden, Jambi
Hubungan dengan klien : istri klien
3.      Klien masuk rumah sakit :  Tanggal 9 oktober 2012.
4.      Tanggal pengkajian         : 09 oktober 2012.
5.      Status kesehatan
a.       Alasan masuk rumah sakit
Klien masuk rumah sakit dengan alasan nyeri pada dadanya, nafas sesak, berdebar-debar, demam, dan susah tidur.

b.      Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan sulit bernafas, klien tampak menggunakan nafas bibir, lemah dan pucat, kien juga mengeluh sakit pada dadanya, nyeri seperti tertimpa benda berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam, klien tampak meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, klien tampak cemas, dan klien mengatakan takut terhadap penyakit yang dideritanya. Klien mengatakan tidak mengerti akan penyakit yang dideritanya, klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya, klien tampak bingung dan gelisah.
c.       Riwayat kesehatan
Penyakit yang pernah dialami klien : klien pernah mengalami DM sejak lima tahun yang lalu, dan pernah dirawat dipuskesmas.
Pengobatan yang didapatkan : terapi insulin
d.      Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti yang diderita  klien, hanya saja ayah klien adalah penderita hipertensi.
e.       Genogram
 


 





Keterangan : 
            = laki-laki
            = perempuan
            = pasien
            = tinggal sekeluarga

Klien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dan istrinya merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Klien mempunyai dua orang anak satu laki-laki dan satu perempuan. Klien tinggal serumah dengan istrinya dan kedua anaknya.
f.       Pemeriksaan fisik
1.      Status Generalis
a.       Kesadaran       : composmentis
b.      GCS                : Respons motorik (M)      : 6
Respons verbal (V)         : 5
Respon buka mata (E)     : 4
c.       TTV                 : RR      : 30x/menit
TD      : 140/100 mmhg
Suhu   : 37,5 0C
Nadi   : 110x/menit
2.      Status lokalis (pengkajian head to toe)
a.       Kepala
Pada pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala normal, rambut tumbuh subur, dan bersih, warna rambut hitam.
b.      Telinga
Serumen dalam batas normal dan tidak ada gangguan pada sistem pendengaran


c.       Mata
Tidak ada ganguan penglihatan, konjungtiva tampak anemis, sklera tampak putih dan jernih, pupil isokor kiri/kanan, miosis terhadap cahaya.
d.      Hidung
Tidak gangguan pada sistem penghidung, tidak tampak  benjolan dalam hidung, mukosa hidung tampak merah, tidak tampak ada pendarahan.
e.       Mulut
Mukosa bibir tampak pucat. Gigi klien masih lengkap, tidak ada gangguan dalam sistem pengecap. Lidah tampak bersih, tidak ada stomatitis.
f.       Leher
Saat dipalpasi bagian leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid.
g.      Dada/thorax
Inspeksi    : dada klien tampak tidak simestris kiri dan kanan, dada tampak membusung, pergerakan dada klien cepat dan dangkal.
Palpasi        : tidak ada teraba benjolan, nyeri tekan (-)
Perkusi        : perkusi data terdengar sonor
Auskultasi  : bunyi nafas terdengar whezeeng.
h.      Kardiovaskuler
Inspeksi    : Tidak terlihat adanya massa, tidak ada pembesaran dan jejas.
Palpasi        : Tidak teraba adanya massa.
Perkusi      : perkusi pada daerah jantung terdengar redup
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2  terdengar lebih keras.


i.        Abdomen
Inspeksi      : Abdomen tampak simestris, kulit sekitar abdomen tidak tampak lesi, tidak tampak adanya massa.
Auskultasi    : bising usus  10 kali/menit.
Palpasi      : saat di palpasi klien tidak mengeluh nyeri tekan, perut terasa lemas, tidak teraba adanya massa, acites (-),
Perkusi        : klien tidak kembung, perkusi abdomen terdengar tympani
j.        Ekstremitas
Dari pemeriksaan extremitas didapatkan tidak ada kesulitan dalam pergerakan. Tidak ada kecacatan dan trauma, tangan kiri klien terpasang infus, kekuatan otot norma            5555        5555
                                                                                       5555     5555
k.      Integumen
Warna kulit tampak sawo matang, kulit klien tampak lembab.
l.        Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan radiologi memperlihatkan pembesaran ateri pulmonalis.
2.      Echokardiografi terlihat adanya dilatasi ventrikel kanan.
3.      Pemeriksaan EKG
Tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.
4.      Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin  : 10 gr/dl
Trombosit     :150 000 mm3
Leukosit        : 10. 000 mm3
Hematokrit   : 40%
AGD             : PO2 : 70mmhg(80-105 mmHg), PCO2 : 50mmhg(38-44 mmHg), PH : 7,35 %,(7,35- 7,45) SaO2 : 80 %, HCO3 : 38mmhg.
m.    Terapi
Obat-obatan
Saat ini klien diterapi dengan antikoagulasi dengan heparin 1x1 ampl (70 mg), walfarin 1x1 ampul (90 mg), dolax 1 ampl (90 mg), terpasang oksigen 5liter/menit, ditangan kiri terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit, klien juga terpasang O2 5 l/i.





















C.     Analisa data
Nama  : Tn A
Umur  : 50 th
Symtom
Etiologi
Problem
Ds:
-          Klien mengatakan sesak nafas
-          Klien mengatakan sulit untuk bernafas
Do:
-          Klien tampak sesak
-          Klien tampak menggunakan nafas bibir
-          Pernafasan klien cepat dan dangkal
-          Bunyi nafas whezing
-          Klien tampak lemah dan pucat
-          RR: 30 x/i
-          N: 110 /i
-          Dari hasil pemeriksaan analisa gas darah PO2:70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2 : 80 %,HCO3:38mmhg.
-          klien juga terpasang O2 5 l/i
Gangguan aliran udara ke alveoli
Gangguan pertukaran gas
Ds :
-          klien mengatakan nafasnya sesak
-           klien mengatakan dadanya berdebar-debar.

Do :
-          klien tampak sulit bernafas
-          pernafasan cepat dan dangkal.
-          klien tampak lemah dan pucat
-          konjungtiva tampak anemis
-          RR : 30 x/m
-          N : 110 x/m
-          Bunyi jantung S1, S2  terdengar lebih keras
-          Kafilarevil : >3 detik
-          Akral teraba dingin
-          kulit klien tampak lembab
-          Pemeriksaan EKG tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III
Obstruksi ateri pulmonal
Perubahan perfusi jaringan perifer
Ds :
-          klien mengatakan  nyeri pada dadanya
-          nyeri bagaikan tertimpa benda berat
-          klien mengatakan durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam

Do : 
-          Klien tampak gelisah
-          Klientampak  meringis
-          Nyeri pada bagian dada
-          Klien tampak selalu memegang dadanya
-          Skala nyeri 6
-          TD : 140/100 mmhg
N : 110 x/m
Iskemik jaringan paru

Nyeri

DS :
Klien mengatakan takut terhadap penyakitnya
DO :
-          Klien tampak cemas
-          N : 110 x/m
-          TD : 140/100 mmhg
Perubahan status kesehatan
Ansietas
Ds :
klien mengatakan tidak tahu akan penyakit yang dideritanya.
DO :
-          Klien selalu bertanya-tanya tentang masalah yang dideritanya.
-          Klien tampak bingung dan gelisah.
Kurangnya informasi tentang proses penyakit
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar )














D.    Diagnosa keperawatan
Nama : Tn A
Umur : 50 th
No
Tanggal ditegakkan
Diagnosa keperawatan
Paraf
1
09 Oktober 2012
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli ditandai dengan
Ds:
-          Klien mengatakan sesak nafas
-          Klien mengatakan sulit untuk bernafas
Do:
-          Klien tampak sesak
-          Klien tampak menggunakan nafas bibir
-          Pernafasan klien cepat dan dangkal
-          Bunyi nafas whezing
-          Klien tampak lemah dan pucat
-          RR: 30 x/i
-          N: 110 /i
-          Dari hasil pemeriksaan analisa gas darah PO2:70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2 : 80 %,HCO3:38mmhg.
-          klien juga terpasang O2 5 l/i

W. A
2
09 Oktober 2012
Perubahan perfusi jaringan behubungan dengan obstruksi ateri pulmonalis ditandai dengan:
Ds :
-          klien mengatakan nafasnya sesak
-           klien mengatakan dadanya berdebar-debar.
Do :
-          klien tampak sulit bernafas
-          pernafasan cepat dan dangkal.
-          klien tampak lemah dan pucat
-          konjungtiva tampak anemis
-          RR : 30 x/m
-          N : 110 x/m
-          Bunyi jantung S1, S2  terdengar lebih keras
-          Kafilarevil : >3 detik
-          Akral teraba dingin
-          kulit klien tampak lembab
-          Pemeriksaan EKG tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III
W. A






3

Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringa paru ditandai dengan :
Ds :
-          klien mengatakan  nyeri pada dadanya
-          nyeri bagaikan tertimpa benda berat
-          klien mengatakan durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam
Do : 
-          Klien tampak gelisah
-          Klien tampak meringis
-          Nyeri pada bagian dada
-          Klien tampak selalu memegang dadanya
-          Skala nyeri 6
-          TD : 140/100 mmhg
-          N : 110 x/m
W. A
4
09 Oktober 2012
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan  ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan takut terhadap penyakitnya
DO :
-          Klien tampak cemas
-          N : 110 x/m
-          TD : 140/100 mmhg
W. A

5
09 Oktober 2012
Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit ditandai dengan :

DS :
klien mengatakan tidak tahu akan penyakit yang dideritanya.
DO :
-          Klien selalu bertanya-tanya tentang masalah yang dideritanya.
-          Klien tampak bingung dan gelisah
W. A



Tidak ada komentar:

Posting Komentar