BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakaang
Visi
Indonesia Sehat 2014 adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, melindungi
kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang
paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan, menjamin ketersediaan dan
pemerataan sumberdaya kesehatan, serta menciptakan tata kelola keperintahan
yang baik (Depkes RI, 2010).
Upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan
salah satunya dengan cara menurunkan jumlah penderita dengan gangguan
metabolisme mineral tubuh. Sebagaimana diketahui salah satu mineral utama
penyusun tulang adalah kalsium. Kurangnya konsumsi kalsium akan mengakibatkan
berkurangnya kalsium yang terdapat pada tulang , sehingga lama kelamaan akan
terjadi perubahan pada mikroarstektur tulang dan tulang menjadi lunak.
Akibatnya tulang menjadi kehilangan kepadatan dan kekuatanya, sehingga mudah
retak / patah(Smeltzer, 2002).
Keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan
yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio spiritual yang komprehensif serta
ditujukan kepada individu keluarga manyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.
Pelayanan
keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta
pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien dengan Emboli Paru (Gaffar, 2000:1).
Gangguan
sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit
pernafasan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, letak anatomis, sifat kronik
penyakit, dan perubahan struktur serta fungsi. Tidak satupun klasifikasi ini
yang memuaskan. Pada kasus-kasus
tertentu penyebabnya tak diketahui, sedangkan penyebab yang sama pada
kasus-kasus lain dapat menyerang lokasi anatomi yang berbeda dan menibulkan
akibat patofisologis yang berbeda pula (Sylvia A. Price, 2005).
Menurut
virchow (dalam Himawan S, 1986) terdapat tiga faktor penting yang memegang
peranan timbulnya trombus (trias virchow), yaitu; Perubahan permukaan endotel
pembuluh darah, perubahan pada aliran darah dan perubahan pada konstitusi
darah. Jika terjadi kerusakan pada trombosit maka akan dilepaskan suatu zat
tromboplastin. Zat inilah yang merangsang proses pembentukan beku darah
(trombus). Tromboplastin akan mengubah protrombin yang terdapat dalam darah
menjadi trombin, kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin. Emboli
paru terjadi apabila suatu embolus, biasanya merupakan bekuan darah yang
terlepas dari perlekatanya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi
melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada
arteri pulmonalis utama atau pada salah satu percabangannya(Sylvia A. Price,
2005).
Emboli
Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada
trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi
menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di
bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan
hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai ke bagian
distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).
Di
Amerika Serikat, terdapat sekitar 600.000 kasus emboli paru (EP, Pulmonari Embolisml PE) simtomatik
tiap tahun, menyebabkan kematian 60.000 pasien dan memberi konstrubusi pada
kematian 200.000 lainya. Di inggris sekitar 20.000 pasien meninggal tiap tahun
dirumah sakit karena Emboli Paru dan sekitar 40.000 mengalami episode nonfatal.
Tiap tahun sekitar I/100 populasi inggris akan mengalami Emboli Paru, terutama
selama atau segera sesudah masa perawatan diRumah Sakit, insiden meningkat seiring
penambahan usia. Di rumah sakit umum, Emboli Paru memberi konstribusi pada 1%
dari seluruh perawat dan 15-20% kematian(Huon H. Gray, 2003).
Di
indonesia diperkirakan bahwa lebih dari setengah juta orang mengalami emboli
paru setiap tahunnya mengakibatkan kematian lebih dari 50.000 orang tiap tahun.
Embolisme paru adalah gangguan umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah
ortopedik, pelvik, ginokologik, kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut
(lebih dari 60tahun), dan imobilitas berkepanjangan. Embolisme paru dapat
terjadi pada individu yang tampak sehat(Smeltzer Suzanne C, 2002).
Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang dimilikinya untuk
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan emboli paru. Dalam kewenangan
perawat mempunyai tujuh tanggungjawab professional yaitu :pemberi pelayanan,
pendidik, konselor, peneliti, kolaborator,dan agen perubahan(chitty, 1997 dalam
update II 2003).
Tenaga
kesehatan khususnya keperawatan, harus dapat membantu menyelesaikan masalah
yang ditimbulkan penyakit ini agar klien yang menderita penyakit emboli paru dapat sembuh. Oleh
karena itu tindakan pencegahan, pengobatan, serta pemulihan kesehatan untuk
penyakit emboli paru
perlu diperhatikan agar kejadian penyakit emboli
paru dan komplikasinya dapat dikurangi.
Dari
hasil pemikiran tersebut di atas, penulis ingin membahas lebih
jauh mengenai emboli paru
khususnya penyakit emboli paru
yang diderita oleh Tn. A diruang
Paru RSUD Raden Mattaher yang penulis tuangkan dalam bentuk
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan Emboli Paru”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan dari
kenyataan yang telah
di utarakan di
atas, maka rumusan masalah
yang penulis buat
adalah bagaimana memberikan
asuhan keperawatan yang kompeten pada Tn.
A dengan penyakit Emboli Paru di Rumah Sakit Umum Raden
Mataher Jambi.
C.
Tujuan
1.
Tujuan
umum
Untuk
memberikan gambaran nyata tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah utama Emboli Paru.
2.
Tujuan
khusus
a. Mahasiswa dapat
melakukan pengkajian keperawatan pasien Emboli Paru pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
b. Mahasiswa dapat
menyusun Analisa data pasien Emboli Paru pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
c. Mahasiswa dapat
membuat Diagnosa keperawatan
pasien Emboli Paru Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
d. Mahasiswa dapat
melakukan intervensi
keperawatan klien Emboli Paru Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
e. Mahasiswa
dapat melakukan implementasi pada klien Emboli Paru Pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
f. Mahasiswa
dapat melakukan Evaluasi pada klien Emboli Paru pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden Mattaher.
g. Mahasiswa
dapat melakukan pendokumentasian pada klien Emboli Paru pada Tn.A diruang Paru Rumah Sakit Raden
Mattaher.
D.
Manfaat
1. Bagi
Mahasiswa
a. Mahasiswa
mendapatkan pemahaman tentang konsep dengan masalah yang bersangkutan dengan
Emboli Paru.
b. Mahasiswa
mendapatkan pemahaman tentang askep pada klien Emboli Paru.
c. Memberikan
informasi pada klien Emboli Paru dalam mencegah dan menangani masalah yang
bersangkutan dengan Emboli Paru.
2. Bagi
Akademi
Sebagai tambahan referensi untuk melengkapi bahan
pembelajaran dalam memotivasi mahasiswa tentang emboli parumelalui proses
belajar dan praktik lapangan.
3. Bagi tenaga kesehatan
Sebagai tambahan referensi dan acuan dalam melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan penyakit emboli paru.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi
1.
Anatomi
Sistem Respirasi
Pernafasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas
didalam jaringan atau “pernafasan dalam” dan didalam paru-paru. Udara ditarik
kedalam pari-paru pada saat menarik nafas dan didorong keluar paru-paru pada waktu
mengeluarkan nafas. Udara masuk melalui jalan pernafasan(Evelyn C, 2009).
Menurut Sylvia A Price, 2005, saluran system pernafasan ada beberapa
yaitu:
a. Hidung
Hidung
terdiri atas bagian internal dan external. Bagian external menonjol dari wajah
dan disangga
oleh tulang hidung dan kartilago. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara
mengalir ke dan dari paru-paru, jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring
kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam
paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena
reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung, fungsi ini berkurang sejalan
dengan pertambahan usia.
b. Faring
Faring
atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut laring. Faring dibagi menjadi tiga region: nasal, ral, dan laring.
Nasofaring
terletak disebelah posterior hidung dan diatas palatum mole. Orofring memuat
fausial, atau palatin, tonsil. Laringofaring memanjang dari tulang hioid ke
kartilago krikoid. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglotis.
Adenoid,
atau tonsil faring, terletak didalam langit-langit nasofaring. Tenggorok
dikelilingi oleh tonsil, adenoid dan jaringan limfoid lainnya. Struktur ini
merupakan penghubung penting kenodus limfe dagu yang menjaga tubuh dari
serangan organisme yang memasuki hidung dan tenggorok. Fungsi faring adalah
untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.
c.
Laring
Laring
atau organ suara, adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring
dan trakea.
Fungsi utama laring
adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan
nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk, laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri
atas:
1. Epligotis
adalah daun katub kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan.
2. Glotis
adalah ostium antara pita suara dalam laring
3. Kartilago
tiroid adalah kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun (adam’s apple)
4. Kartilago
krikoid adalah satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak dibawah kartilago tiroid)
5. Kartilago
aritenoid adalah digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid.
6. Pita
suara adalah ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara; pita suara melekat pada lumen laring.
d.
Trakea
Posisi
dan mobilitas trakea biasanya dapat diketahui dengan palpasi langsung. Hal ini
dilakukan dengan menempatkan ibu jari dan jari telunjuk dari satu tangan pada
kedua sisi trakea tepat diatas takik sternum. Trakea agak sedikit sensitif, dan
palpasi terlalu kuat dapat menimbulkan reflek batuk dan muntah trakea normalnya
terletak ditegah karena trakea memasuki pintu atas toraks dibelkang sternum
tetapi mungkin mengalami deviasi karena massa pada leher atau mediastinum.
Kelainan pleura atau pulmonl, seperti pneumotorak signifikan, dan dapat
mengakibatkan perubahan posisi trakea.
e.
Bronkus dan bronkiulus
Terdapat
beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus
lobaris (tiga paru kanan dan dua paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi
bronkus segmenral (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Yang
merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang
paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lg
menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang
memiliki arteri, limfatik dan saraf.
Bronkus
subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiulus, yang tidak mempunyai katilago di dalam dindingnya.
Patensi bronkiulus seluruhnya tergantung pada tekanan alveolar. Bronkiulus
mengandung kelenjar sub mukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut
tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiulus
juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya menciptakan gerakan menyapu yang
konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru
menuju laring.
Bronkiulus
kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiulus terminalis, yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronnkiiulus terminalis kemudian menjadi
bronkiulus rispiratori, yang dianggap menjadi saluran trransisional antara
jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini,
jalan udara jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam
percabangan gas. Ini dikenal sebagai ruuanbg rugi fisiologik. Bronkiulus
rispiratori kemudian mengarah kedalam duktus alveoral dan sakus alveolar
kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.
f. Alveoli
Paru
terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15
sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu
untuk membentuk satu untuk satu lembur, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan tenis).
Terdapat
tiga jenis sel-sel alveolar tipe 1 adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekesikan
surfaktan, suatu fosfolipid
yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps.
2.
Fisiologi
sistem respirasi
Menurut Evelyn C, 2009, Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen
dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna,
oksigen diambil melalui hidung dan mulut melalui bernafas, oksigen masuk
ktrakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah
didalam kapiler pulmonalis.
Hanya satu lapis membrane, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksegen menembus membrane ini dan diambil oleh
hemoglobin sel darah merah dan dibawa kejantung. Dari sini dipompa kedalam
arteri semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen
100mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Didalam paru-paru, karbon dioksida salah satu hasil buangan metabolism
menembus membran alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah
melalui pipa bronchial dan trakea, dikeluarkan melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan
eksterna:
a.
Ventilasi
pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara
luar.
b.
Arus darah
melalui paru-paru
c.
Distribusi arus
udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai
semua bagian tubuh.
d.
Difusi gas yang
menembusi membrane pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah
berdifusi dari pada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan
paru-paru menerima jumlah yang tepat CO2 dan O2. Pada
waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak
CO2 dan terlampau sedikit O2, jumlah CO2 tidak
dapat dikeluarkan maka konsentrasi dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya
pernafasan. Penambahan ventilasi untuk mengeluarkan CO2 dan mengikat
lebih banyak O2.
B.
Definisi
Emboli
Paru adalah pembendungan pada ateri pulmonalis (atau salah satu cabangnya) oleh
bekuan darah, lemak, udara atau sel tumor, emboli yang sering terjadi adalah
trombo emboli,
yang terjadi ketika bekuan darah (trombosis vena) menjadi berpindah dari tempat
pembentukan dan menyumbat suplai darah arteri pada salah satu(Saryono, 2009).
Emboli
Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada
trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi
menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di
bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan
hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai ke bagian
distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).
C.
Etiologi
Menurut
Sylvia A. Price, 2005,
ada tiga faktor utama yang menyebabkan timbulnya trombosis vena dan kemudian menjadi
emboli paru yaitu sebagai berikut :
1.
Stasis atau melambatnya
aliran darah
2.
Luka dan peradangan
pada dinding vena
3.
Hiperkoagulasibilitas
Trias klinis klasik yang
merupakan predisposi trombo
emboli
paru dideskripsikan oleh Rudolph Virchow tahun 1856, yaitu:
1. Trauma
lokal pada dinding pembuluh darah;
2. Hiperkoagulabilitas;
3. Stasis
darah
Sebagian
besar pasien dengan Emboli Paru memiliki kondisi klinis yang berkaitan dengan faktor-faktor
predisposisi ini, seperti trauma mayor, pembedahan dalam waktu dekat sebelumnya,
obesitas dan imobilitas, merokok, peningkatan usia, penyakit keganasan, pil kontrasepsi oral, kehamilan,
terapi insulin hormon, dan
keadaan lain yang lebih jarang (misalnya sindrom nefrotik)(Huon H. Gray, 2003).
D.
Patofisiologi
Efek
klinis Emboli Paru tergantung pada derajat obtruksi vaskuler paru, pelepasan
agen humoral vasoaktif dan bronkokonstriksi dari pratelet teraktivasi (misalnya
serotonin, tromboksan A2), penyakit kardiopulmonal sebelumnya, usia dan
kesehataan umum pasien.
Afterload
RV meningkat secara bermakna bila lebih dari 25% sirkulasi paru mengalami obstruksi.
Awalnya hal ini mengakibatkan peningkataan tekanan RV, kemudiaan diikuti oleh dilatasi
RV dan regurgitasi trikuspid, dan dengan mulai gagalnya ventrikel kanan,
terjadi penurunan tekanan RV. Ventrikel kanan yang normal tidak mampu
meningkatkan tekanan ateri pulmonalis lebih banyak di atas 50-60 mmhg sebagai respons terhadap obstruksi mayor
mendadak pada sirkulasi paru, sementara pada trombus emboli kronis atau PH
primer tekanan RV dapat meningkat secara
bertahap hingga tingkat suprasistemik (>100mmhg). Kombinasi dari penurunan
aliran darah paru dan pergeseran septum interventrikel keruangan ventrikel kiri
akibat ventrikel kanan yang mengalami dilatasi, menurunya pengisian ventrikel
kiri. Maka dispnoe pada pasien dengan obstruksi berat akut sirkulasi paru dapat
dikurangi manuver yang meningkatkan aliran balik vena sistemik dan preload
ventrikel kiri, seperti berbaring datar, mendongak dengan kepala kebawah, dan
infus koloid intravena. Hal ini berlawanan dengan dispnu pada pasien dengan
gagal ventrikel kiri, yang gejalanya berkurang dengan manuver yang menurunkan
preload ventrikel kiri, seperti duduk tegak dan terapi duduk(Huon H. Gray, 2003).
E.
Manifestasi
klinis
Tanda
dan gejala emboli paru sangat berfariasi bergantung pada besar bekuan. Gambaran
klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai kematian
mendadak akibat embolus pelana yang masif pada percabangan ateri pulmonalis
utama yang mengakibatkan sumbatan pada saluruh aliran darah ventrikel kanan.
Emboli ukuran sedang berupa awitan mendadak dipsnoe
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, takepnue, takikardia, dan
gelisah.nyeri pleuritik, suara gesekan pleura, hemoptisis dan demam jarang
ditemukan kecuali bila terjadi infark(Sylvia A. Price, 2005).
Kecurugiaan emboli paru merupakan dasar dalam menentukan test
diagnostik. Dipsnoe gejala paling sering muncul dan takipnoe adalah tanda
emboli paru yang paling khas. Pada umumnya dipsnoe berat, sinkop dan sianosis
merupakan tanda emboli paru yang mengancam nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan
bahwa emboli paru yang paling kecil dan terletak diarteri pulmonal distal
berdekatan dengan garis pleura(Goldhaber,1998; Sharma,2005).
F.
Woc
Stasis
atau melambatnya aliran darah
|
Luka
atau peradangan pd dinding vena
|
hiperkougulasibilitas
|
Trombus
|
Tekanan
ventrikel kanan
|
Obstruksi ateri pulmonal
|
Dilatasi ventrikel kanan, regugitasi
trikuspidal
|
Aliran darah keparu terhambat
|
O2 dalam jaringan paru
|
Iskemik parenkim paru
|
Mk
: nyeri
|
Gagalnya
ventrikel kanan
|
Takikardia,
takipnu, dispnu
|
Mk
: perubahan perfusi jaringan
|
Pertukaran
gas O2 dan Co2 tergaggu
|
Mk
: kerusakan pertukaran gas
|
Mk
: pola nafas tidak efektif
|
(Huon H. Gray, 2003)
G.
Komplikasi
Komplikasi
meliputi disfungsi ventrikel, gagal nafas, kegagalan multi organ, dan kematian(Greenberg,
2005).
Nekrosis
iskemik lokal (infark) merupakan komplikasi emboli paru yang jarang terjadi karena paru memiliki
suplai darah
ganda. Infark paru biasanya dikaitkan dengan penyumbatan ateria lobaris atau
lobularis ukuran sedang dan isufisiensi aliran kolateral dari sirkulasi
bronkus. Suara gesekan pleura dan sidikit efusi pleura merupakan tanda yang
sering ditemukan(Sylvia A. Price, 2005).
H.
Prinsip
Legal Etik
Pratik keperawatan
dipengaruhi oleh hukum, terutama yang berhubungan dengan hak pasien dan
kualitas asuhan. Penetahuan tentang hukum meningkatkan kebebasaan baik bagi
perawat maupun pasien.
1. Peran
legal perawat
Perawat
memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal: perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan, perawat sebagai pekerja, dan perawat sebagai warga negara.
Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab
ini. Penilaian keperawatan profesional memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam
konteks asuhan keperawatan dan alternatif yang mungkin dilakukan perawat.
2. Pertimbangan
Etik
Prinsip etik yang dapat
diterapkan dalam keperawatan pasien dengan Emboli Paru dapat meliputi :
a. Otonom
Otonomi
merupakan suatu kebebasan dalam menentukan pilihan tentang kehidupan seseorang. Peran perawat disini
harus menghargai harkat dan martabat manusia sebagai individu yang dapat
memutuskan hal yang terbaik buat dirinya.
Perawat
harus melibatkan klien dan keluarga atau orang terdekat atau klien untuk
berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan klien, yakni kebebasan untuk memilih apakah klien mau dirawat atau
justru tidak ingin ada program perawatan ataupun pengobatan. Hal tersebut
adalah hak klien dan keluarga dalam mengambil keputusan.
b. Kemurahan
hati
Prinsip ini
mengharuskan perawat bertindak dengan cara menguntungkan klien, dalam arti
tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan. Peran perawat
disini menasehati klien ataupun keluarga tentang program pengobatan untuk
memperbaiki kesehatan secara umum.
c. Non-malefiience
Prinsip ini
mengharuskan perawat bertindak dengan cara yang tidak menimbulkan bahaya bagi
klien.
d. Kejujuran
Perawat harus
mengatakan apa yang sebenarnya terjadi terkait apapun status kesehatan klien,
baik dalam kondisi baik maupun pada keadaan terminal yang menyangkut kematian
klien, kejujuran merupakan dasar terbinanya saling percaya antara
perawat-klien.
e. Kerahasian
Perawat ataupun tenaga
medis tidak boleh memberikan informasi mengenai penyakit Emboli Paru yang klien
derita dan semua informasi yang telah dipercayakan kepadanya.
f. Keadilan
Klien Emboli Paru
berhak yang adil, pantas dan tepat. Ini berarti kebutuhan kesehatan klien yang
sederajat harus menerima sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah
sebanding.
g. Kesetiaan
Perawat tenaga medis
harus bertanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan, tanggung
jawab teks perawat-klien meliputi
tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan kofidensi, dan memberi
perhatian/keperdulian sepenuhnya. Kesetian perawat terhadap janji-janji
tersebut mungkin tidak mengurangi penyakit atau mencegah kematian, tetapi akan
mempengaruhi kehidupan klien serta kualitas kehidupanya.
I.
Evidend
based nursing prartice
London
(ANTARA News) – Survei dari 70.000 perawat yang memilih duduk di sofa daripada
berolahraga setelah bekerja lebih cenderung mengalami pembekuan darah dalam
paru-paru.
Berdasarkan
riset baru, para perempuan yang menghabiskan lebih banyak waktu mereka duduk
saat tiba di rumah bisa lebih cenderung berpotensi mengalami pembekuan darah
mematikan dalam paru-paru daripada mereka yang lebih aktif, seperti dikutip
Guardian.
Studi
itu merupakan yang pertama menunjukkan bahwa gaya hidup duduk berjam-jam bisa
menyebabkan emboli paru. Pembekuan darah berjalan sampai dalam vena kaki dan
pada akhirnya masuk paru-paru. Gejalanya termasuk nyeri dada, sesak nafas dan
batuk-batuk. Sudah diketahui bahwa orang yang berolahraga dan lebih aktif
secara fisik kecenderungan menderita emboli paru lebih sedikit. Penelitian yang
dipublikasikan dalam British Medical Journal itu merupakan penelitian pertama
yang menunjukkan bahwa duduk meningkatkan risiko emboli paru.
Penelitian
itu dilakukan oleh Dr Christopher dari rumah sakit umum Massachussetts, Amerika
Serikat. Dia menyelidiki kebiasaan di waktu senggang dari hampir 70.000 perawat
di AS, yang kebanyakan bergerak pada hari kerja mereka. Selama periode 18
tahun, para peneliti menemukan bahwa mereka yang duduk selama lebih dari enam
jam sehari saat mereka tidak bekerja berisiko mengalami emboli paru dua kali
lipat dari mereka yang duduk kurang dari dua jam sehari. Hasilnya tetap berlaku
bahkan setelah mempertimbangkan usia, kelebihan berat badan dan kebiasaan
merokok. Meningkatnya risiko perempuan yang disebabkan duduk berjam-jam bukan
yang terbesar, satu editorial yang dipublikasikan bersama penelitian
mengatakan itu hanya sedikit lebih tingi daripada yang disebabkan oleh
perempuan yang mengonsumsi pil KB atau yang melakukan penerbangan lama.
Editorial itu mengatakan, “bila penemuan itu sah penelitian itu memiliki
percabangan kesehatan masyarakat utama. Penelitian itu juga menemukan bahwa
ketidakaktifan terhubung dengan penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.
Tidak aktif secara fisik selama jangka waktu panjang bisa menjadi salah satu
mekanisme tersembunyi yang terkait penyakit arteri dan penyakit vena, kata
James Douketis, direktur pengobatan vaskuler di McMaster University, Hamilton,
Ontario diKanada(ENY)(AA Ariwibowo,
2011).
J.
Pencegahan
Mencegah
pebentukan trombus merupakan tanggung jawab keperawatan yang utama. Ambulasi
dan latihan tungkai aktif serta pasif dianjurkan untuk mencegah stasis vena
pada pasien tirah baring. Pasien diintruksikan untuk menggerakan tungkai dalam
latihan gerakan memompa sehingga otot-otot tungkai dapat membantu aliran vena.
Pasien juga disarankan untuk tidak duduk atau berbaring untuk waktu yang lama,
menyilangkan tungkai atau mengenakan pakaian yang ketat. Tungkai tidak boleh
dijuntaikan tidak juga diletakan dalam posisi tergantung sementara pasien duduk
ditepi tempat tidur. Sebaliknya, kaki pasien harus diletakkann diatas lantai
atau di atas kursi, kateter intravena (untuk terapi parental atau pengukuran tekanan
vena sentral) tidak boleh terpasang untuk waktu yang lama(Smeltzer Suzanne C,
2002).
Pencegahan emboli paru menurut dr.
Rosfanty adalah :
Pada
orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai
usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita
yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
1.
menggunakan stoking elastis
2.
melakukan latihan kaki
3. bangun dari tempat
tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran
darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko
emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan
gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil
disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah
operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan,
sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami
pembentukan gumpalan, yaitu:
1.
penderita gagal jantung atau syok
2.
penyakit paru menahun
3.
kegemukan
4.
sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.
Heparin tidak digunakan pada
operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini
lebih besar. Kepada pasien
rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan
heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan. Dekstran yang
harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan.
Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan,
(misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki
posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral.
Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan(winoviyanto,2011).
K.
Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut
Huon H, Gray, 2003 pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Elektrokardiografi
Mungkin memperlihatkan
sinus takikardia dan normal pada emboli Paru minor, namun memperlihatkan
abnormalitas khas pada
sekitar 30% pasien dengan Emboli Paru masif.
2. Ekokardiografi
Bisa terlihat dilatasi
jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan bila dideteksi
regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan.
3. Radiografi
Toraks
Dilatasi arteri
pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan adanya
obstruksi arteri mayor.
4. Pemindaian
Paru
Biasanya dilaporkan
sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi. Bila sugestif
Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat keparahan
angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru.
5. MRI
dan pemindaian CT
Terutama CT spiral
diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat mendeteksi emboli paru
yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT merupakan pemeriksaan pilihan
pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki penyakit paru sebelumnya .
L.
Penatalaksanaan
Medis
Anamnesis
gejala dan faktor resiko pasien dan harus didapatkan dengan jelas. Dengan
sedikit pengecualian, pasien yang diduga mengalami emboli paru harus
mendapatkan pemeriksaan radiodrafi thoraks dan EKG dan dirujak untuk pemidaian
V/Q paru. Bila indeks kecurigaan klinis tinggi, antikougulan harus dimulai, tanpa menunggu hasil
pemeriksaan penunjang, selain terapi suportif misalnya analgesik dan oksigen,
tiga pilihan terapi segera untuk emboli paru adalah antikoagulasi dengan
heparin, terapi trombolitik, embolektomi paru(Huon H. Gray, 2003).
Pengobatan
utama untuk emboli paru terdiri dari terapi dengan terapi fibronolitik untuk
pasien emboli paru masif atau tidak menetap. Regimen fibronolitik biasa
digunakan untuk emboli paru, termasuk juga dua bentuk aktifaktor plasminogen
jaringan rekombinan t-PA (altelpalse) dan r-PA (retelplase) yang digunakan
dengan urokinase dan setretokinase. Bedah embolektomi dilakukan bila terapi
dengan fibronolitik merupakan kontraindikasi. Tindakan tambahan yang penting
juga penting adalah menghilangkan nyeri dengan agen antiinflamasi nonsteroid,
suplemen oksigen, pemantauan perawatan intensif, dan stock-stacking penekanan
sebesar 30 hingga 40 mmhg, dobutamin digunakan untuk mengobati gagal jantung
karena dan syok kardiogenik. Pencegahan sekunder emboli paru dengan menggunakan
heparin,. Heparin adalah antikoagulan yang penting karena menghambat pembesaran
bekuan tapi tidak mampu menghancurkan bekuan yang sudah ada(Sylvia A. Price,
2005).
Antikoagulan
heparin merupakan pilar utama terapi segera, dengan pemberian antikoagulan
jangka panjang sebagai komponen penting perawatan, filter vena kava dapat
dipertimbangan pada beberapa untuk mengurangi kemungkinan emboli tambahan ke
paru, trombolisis
dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus tetapi saat ini masih kontroversial.
Emboliktomi secara bedah atau dengan panduan kateter dapat dipertimbangkan pada
pasien tertentu(Greenberg, 2005).
M.
Asuhan
Keperawatan Secara Teoritis
1.
Pengkajian
Aktifitas/istirahat
Gejala
: kelemahan dan atau kelelahan.
Tanda: dispnea karena kerja
Kecepatan jantung tak
normal atau TD berespons pada aktivitas
Gangguan tidur
Sirkulasi
Gejala:
riwayat cedera dinding, vena, seperti bedah
atau trauma vena iliaka
dan pelvik, varises vena, sepsis, luka bakar, adanya/berulangnya prosedur infasif mis,
infus sentral, pemantauan heodinamik, masalah koagulasi, misalnya polisitemia,
anemia hemolitik autoimun, penyakit sel sabit, infark miokardial
transmural/subendokardial/Vka, gagal jantung.
Tanda:
takikardia.
Bunyi jantung ekstra,
mis S3m S4
Distritmia mis,
fibrilasiatrial kronis,
Mumur kegagalan katub
Hipotensi
Nadi mungkin normal,
lemah/lembut (syok), atau penuh/kuat (polisitemiavera).
Ekstremitas ;tanda
trombofiblitis mis, vena feblotik, tegangan jaringan otot, kulit mengkilat
Edema; peningkatan suhu
kulit
Intergritas
ego
Gejala: ketakutan, perasaan mau pingsan.
Takut mati
Tanda: gelisah,
gemeta, prilaku panik
Wajah tegang
Peningkatan keringat
Makanan cairan
Gejala:
mual
Tanda:
edema kaki
Neoro Sensori
Gejala: kesulitan berkosentrasi, gangguan daya ingat.
Berdenyut
Tanda: gangguan lingkup perhatian
Disorientasi
Perubahan
pengaturan/adanya/daya ingat segera
Letargi/pingsan
Nyeri/kenyamanan
Gejala:
nyeri dada
Ketidaknyamanan
pada ekstremitas (bila ada tromboflebitis)
Prilaku
distraksi, wajah mengkerut, merintih, gelisah.
Menekan dada.
Pernafasan
Gesjala:
riwayat penyakit paru kronik
Lapar udara / dispnea
Batuk, sputum merah muda/berdarah
/coklat.
Tanda:
takipnea
Dispnea,
pernafasan tersengal-sengal
Penurunan
bunyi nafas, krekels, mengi, friksi pleural (bila paru infarrk terjadi)
Batuk
(basah/kering atau sputum berdarah produktif)
Keamanan
Gejala:
riwayat kanker, infeksi sistemik, fraktur/ trauma pada ekstremitas bawah, luka bakar
Tanda
: demam
derajatrendah
Seksualitas
Gejala:
saat ini hamil atau melahirkan
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: mengunakan
kontrapsesi oral, adanya penghentian antikoagulan
Pertimbangan
Rencana
pem-
Ulangan
: perubahan program obat,
Bantuan perawatan diri, pengaturan rumah dan memelihara
2.
Diagnosa
keperawatan
a. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial.
b. Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara keaveoli atau kebagian utama paru.
c. Resiko
tinggi Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran darah
(arteri/vena)
d. Nyeri
berhubungan dengan peningkatan tekanan ateri oleh embolus
e. Ansiatas
berhubungan dengan adanya ancaman kematian.
f. Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.
(Doenges, Marilynn E, 2000).
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
A.
Kasus
Kasus pemicu Emboli
Paru
Tn
A, umur 50 tahun, agama islam suku bangsa minang,
bekerja sebagai tani,
alamat dijalan Soekarno
III, no. 24, Garden,
Jambi. Masuk Rumah Sakit Umum Raden Mataher pada tanggal 9 Oktober 2012 melalui IGD. Klien
masuk rumah sakit diantar oleh istrinya ( Ny, L, 45
tahun, seorang ibu rumah tangga)
dengan keluhan sakit pada dadanya, nafas sesak, berdebar-debar, demam, dan
susah tidur.
Saat
dilakukan pengkajian klien mengatakan sakit pada dadanya, nyeri seperti tertimpa benda
berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam,
klien tampak meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, sulit
bernafas, klien tampak menggunakan
nafas bibir, lemah dan pucat, klien tampak cemas, CRT > 3 detik, dan
klien mengatakan takut terhadap penyakit yang dideritanya. Klien mengatakan
tidak mengerti akan penyakit yang dideritanya, klien selalu bertanya-tanya
tentang penyakitnya, klien tampak bingung
dan gelisah. Klien juga mengatakan mempunyai riwayat merokok, dapat
menghabiskan 2 bungkus perhari sejak umur 18 tahun, serta gaya hidup yang tidak
teratur, kurangnya olah raga, sering makan makanan yang bersantan.
Berdasarkan
pemeriksaan fisik didapatkan data tingkat kesadaran composmentis dengan GCS 15
( E4 V5 M6), TD : 140/100 mmhg, N : 110 x/mnt, S : 37,5 C, RR : 30 x/mnt, pernafasan
cepat dan dangkal, Cafilarevil 5 detik, akral teraba dingin, klien tampak
pucat. Dari pemeriksaan laboratorium Hemoglobin 10 g/dl, leukosit 10.000mm3,
trombosit : 150 000 mm3, hematrokrit : 40%, AGD : PO2 : 70mmhg, PCO2 :
50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2 : 80 %, HCO3
: 38mmhg. Dan pada pemeriksaan radiologi didapatkan obstruksi ateri pulmonalis
parsial, Pemeriksaan EKG Tampak gelombang Q yang sempit
diikuti T inverted di lead III
dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.
Saat
ini klien tinggal bersama istri dan kedua anaknya, klien adalah anak kedua dari
dua bersaudara, istri klien adalah anak pertama dari dua bersaudara, klien
mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang diderita
klien, hanya saja ayah klien pernah menderita hipertensi.
Saat
ini klien diterapi dengan antikoagulasi dengan heparin 1x1 ampul (70mg),
walfarin 1x1
ampul (90mg), dolax 1x1
ampl (90mg), terpasang oksigen 5liter/menit, ditangan kiri terpasang infuse IV
FD RL 20 tetes/menit, klien juga
terpasang O2 5 l/i. Dokter menyarankan
agar klien dilakukan tindakan pembedahan
(embolektomi) paru.
B.
Pengkajian
1. Identitas
klien
Nama : Tn A
Umur : 50 th
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : Tani
Suku/bangsa : minang/indonesia
Alamat :
Jalan Soekarno III, no. 24, Garden,
Jambi
2. Penanggung
jawab
Nama : Ny. L
Usia : 45 th
Agama : Islam
Suku bangsa : batak
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jalan Seilendra II,
no. 24, Coffe Garden, Jambi
Hubungan dengan klien :
istri klien
3. Klien
masuk rumah sakit : Tanggal 9 oktober 2012.
4. Tanggal
pengkajian : 09 oktober 2012.
5. Status
kesehatan
a. Alasan
masuk rumah sakit
Klien masuk rumah sakit
dengan alasan nyeri pada dadanya, nafas sesak, berdebar-debar, demam, dan susah
tidur.
b. Riwayat
kesehatan sekarang
Klien
mengatakan sulit
bernafas, klien tampak menggunakan
nafas bibir, lemah dan pucat, kien juga mengeluh
sakit pada dadanya, nyeri seperti
tertimpa benda berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam,
klien tampak meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, klien tampak cemas, dan
klien mengatakan takut terhadap penyakit yang dideritanya. Klien mengatakan
tidak mengerti akan penyakit yang dideritanya, klien selalu bertanya-tanya
tentang penyakitnya, klien tampak bingung
dan gelisah.
c. Riwayat
kesehatan
Penyakit yang pernah
dialami klien : klien pernah mengalami DM sejak lima tahun yang lalu, dan
pernah dirawat dipuskesmas.
Pengobatan yang
didapatkan : terapi insulin
d. Riwayat
penyakit keluarga
Klien mengatakan dalam
keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti yang
diderita klien, hanya saja ayah klien
adalah penderita hipertensi.
e. Genogram
Keterangan :
= laki-laki
= perempuan
= pasien
= tinggal sekeluarga
Klien
merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dan istrinya merupakan anak pertama
dari dua bersaudara.
Klien mempunyai dua orang anak satu laki-laki dan satu perempuan. Klien tinggal
serumah dengan istrinya dan kedua anaknya.
f. Pemeriksaan
fisik
1. Status
Generalis
a. Kesadaran : composmentis
b. GCS : Respons motorik (M) : 6
Respons verbal (V) : 5
Respon buka mata
(E) : 4
c. TTV : RR
: 30x/menit
TD : 140/100 mmhg
Suhu : 37,5
0C
Nadi : 110x/menit
2. Status
lokalis (pengkajian head to toe)
a. Kepala
Pada pemeriksaan kepala
didapatkan bentuk kepala normal, rambut tumbuh subur, dan bersih, warna rambut
hitam.
b. Telinga
Serumen dalam batas normal
dan tidak ada gangguan pada sistem pendengaran
c. Mata
Tidak ada ganguan
penglihatan, konjungtiva tampak anemis, sklera tampak putih dan jernih, pupil
isokor kiri/kanan, miosis terhadap cahaya.
d. Hidung
Tidak gangguan pada
sistem penghidung, tidak tampak benjolan
dalam hidung, mukosa hidung tampak merah, tidak tampak ada pendarahan.
e. Mulut
Mukosa bibir tampak
pucat. Gigi klien masih lengkap, tidak ada gangguan dalam sistem pengecap.
Lidah tampak bersih, tidak ada stomatitis.
f. Leher
Saat dipalpasi bagian
leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid.
g. Dada/thorax
Inspeksi : dada klien tampak tidak simestris kiri
dan kanan, dada tampak membusung, pergerakan dada klien cepat dan dangkal.
Palpasi : tidak ada teraba benjolan, nyeri
tekan (-)
Perkusi : perkusi data terdengar sonor
Auskultasi : bunyi nafas terdengar whezeeng.
h. Kardiovaskuler
Inspeksi :
Tidak terlihat adanya massa, tidak ada pembesaran dan jejas.
Palpasi : Tidak teraba adanya
massa.
Perkusi : perkusi pada daerah jantung terdengar
redup
Auskultasi
: Bunyi jantung S1,
S2 terdengar lebih keras.
i.
Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simestris, kulit sekitar
abdomen tidak tampak lesi, tidak tampak adanya massa.
Auskultasi : bising usus 10 kali/menit.
Palpasi : saat di palpasi klien tidak mengeluh
nyeri tekan, perut terasa lemas, tidak teraba adanya massa, acites (-),
Perkusi : klien tidak kembung, perkusi abdomen
terdengar tympani
j.
Ekstremitas
Dari pemeriksaan extremitas
didapatkan tidak ada kesulitan dalam pergerakan. Tidak ada kecacatan dan
trauma, tangan kiri klien terpasang infus,
kekuatan otot norma 5555
5555
5555 5555
k. Integumen
Warna kulit tampak sawo
matang, kulit klien tampak lembab.
l.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan
radiologi memperlihatkan pembesaran ateri pulmonalis.
2. Echokardiografi
terlihat adanya dilatasi ventrikel kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Tampak gelombang
Q yang sempit diikuti T inverted di lead III
dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.
4. Pemeriksaan
laboratorium
Hemoglobin : 10 gr/dl
Trombosit :150 000 mm3
Leukosit : 10. 000 mm3
Hematokrit : 40%
AGD : PO2 : 70mmhg(80-105 mmHg), PCO2
: 50mmhg(38-44 mmHg), PH : 7,35 %,(7,35- 7,45) SaO2 : 80 %, HCO3 : 38mmhg.
m. Terapi
Obat-obatan
Saat ini klien diterapi
dengan antikoagulasi dengan heparin 1x1
ampl (70 mg), walfarin 1x1
ampul (90 mg), dolax 1
ampl (90 mg), terpasang oksigen 5liter/menit, ditangan kiri terpasang infuse
IVFD RL 20 tetes/menit, klien juga
terpasang O2 5 l/i.
C.
Analisa data
Nama : Tn A
Umur : 50 th
Symtom
|
Etiologi
|
Problem
|
Ds:
-
Klien
mengatakan sesak nafas
-
Klien
mengatakan sulit untuk bernafas
Do:
-
Klien
tampak sesak
-
Klien
tampak menggunakan nafas bibir
-
Pernafasan
klien cepat dan dangkal
-
Bunyi
nafas whezing
-
Klien
tampak lemah dan pucat
-
RR: 30
x/i
-
N: 110 /i
-
Dari
hasil pemeriksaan analisa gas darah PO2:70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2 : 80 %,HCO3:38mmhg.
-
klien
juga terpasang O2 5 l/i
|
Gangguan aliran udara ke alveoli
|
Gangguan pertukaran gas
|
Ds :
-
klien mengatakan
nafasnya sesak
-
klien mengatakan dadanya berdebar-debar.
Do :
-
klien tampak sulit
bernafas
-
pernafasan cepat dan
dangkal.
-
klien tampak lemah
dan pucat
-
konjungtiva
tampak anemis
-
RR : 30 x/m
-
N : 110 x/m
-
Bunyi
jantung S1, S2 terdengar lebih keras
-
Kafilarevil : >3 detik
-
Akral teraba dingin
-
kulit klien tampak
lembab
-
Pemeriksaan
EKG tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III
|
Obstruksi ateri
pulmonal
|
Perubahan perfusi
jaringan perifer
|
Ds :
-
klien mengatakan nyeri pada dadanya
-
nyeri bagaikan
tertimpa benda berat
-
klien
mengatakan durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam
Do :
-
Klien tampak gelisah
-
Klientampak
meringis
-
Nyeri
pada bagian dada
-
Klien tampak selalu
memegang dadanya
-
Skala nyeri 6
-
TD : 140/100 mmhg
N
: 110 x/m
|
Iskemik jaringan paru
|
Nyeri
|
DS :
Klien mengatakan takut terhadap
penyakitnya
DO :
-
Klien tampak cemas
-
N : 110 x/m
-
TD : 140/100 mmhg
|
Perubahan status
kesehatan
|
Ansietas
|
Ds :
klien mengatakan tidak tahu akan
penyakit yang dideritanya.
DO :
-
Klien selalu
bertanya-tanya tentang masalah yang dideritanya.
-
Klien tampak bingung
dan gelisah.
|
Kurangnya informasi
tentang proses penyakit
|
Kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar )
|
D.
Diagnosa
keperawatan
Nama
: Tn A
Umur
: 50 th
No
|
Tanggal ditegakkan
|
Diagnosa keperawatan
|
Paraf
|
1
|
09 Oktober 2012
|
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli ditandai dengan
Ds:
-
Klien
mengatakan sesak nafas
-
Klien
mengatakan sulit untuk bernafas
Do:
-
Klien
tampak sesak
-
Klien
tampak menggunakan nafas bibir
-
Pernafasan
klien cepat dan dangkal
-
Bunyi
nafas whezing
-
Klien
tampak lemah dan pucat
-
RR: 30
x/i
-
N: 110 /i
-
Dari
hasil pemeriksaan analisa gas darah PO2:70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2 : 80 %,HCO3:38mmhg.
-
klien
juga terpasang O2 5 l/i
|
W. A
|
2
|
09 Oktober 2012
|
Perubahan perfusi
jaringan behubungan dengan obstruksi ateri pulmonalis ditandai dengan:
Ds :
-
klien mengatakan
nafasnya sesak
-
klien mengatakan dadanya berdebar-debar.
Do :
-
klien tampak sulit
bernafas
-
pernafasan cepat dan
dangkal.
-
klien tampak lemah
dan pucat
-
konjungtiva
tampak anemis
-
RR : 30 x/m
-
N : 110 x/m
-
Bunyi
jantung S1, S2 terdengar lebih keras
-
Kafilarevil : >3 detik
-
Akral teraba dingin
-
kulit klien tampak
lembab
-
Pemeriksaan
EKG tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III
|
W. A
|
3
|
Nyeri berhubungan
dengan iskemik jaringa paru ditandai dengan :
Ds :
-
klien mengatakan nyeri pada dadanya
-
nyeri bagaikan
tertimpa benda berat
-
klien
mengatakan durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam
Do :
-
Klien tampak gelisah
-
Klien
tampak meringis
-
Nyeri
pada bagian dada
-
Klien tampak selalu
memegang dadanya
-
Skala nyeri 6
-
TD : 140/100 mmhg
-
N : 110 x/m
|
W. A
|
|
4
|
09 Oktober 2012
|
Ansietas berhubungan
dengan perubahan status kesehatan
ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan takut terhadap
penyakitnya
DO :
-
Klien tampak cemas
-
N : 110 x/m
-
TD : 140/100 mmhg
|
W. A
|
5
|
09 Oktober 2012
|
Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit ditandai dengan :
DS :
klien
mengatakan tidak tahu akan penyakit yang dideritanya.
DO :
-
Klien selalu
bertanya-tanya tentang masalah yang dideritanya.
-
Klien tampak bingung
dan gelisah
|
W. A
|